Judul dalam bahasa Kulisusu: Buragil
Diceritakan oleh: Wa Ode Samiyra
Tanggal: tahun 1978
Buragil adalah seorang anak laki-laki di antara tujuh orang bersaudara. Orang tua mereka pekerjaannya adalah bertani.
Pada suatu waktu ayah mereka menganjurkan kepada anak-anaknya untuk berdagang dan tidak usah mereka ikut bertani. Enam orang saudara Buragil mengikuti anjuran ayahnya untuk berdagang, sedangkan si Buragil tak mau berdagang, ia ingin membantu ayahnya bekerja di kebun.
Oleh karena Buragil tak mau ikut berdagang, maka ayahnya jadi marah dan bermaksud untuk membuangnya. Maka terjadilah perundingan dan persetujuan di antara ayahnya dan enam orang saudaranya, sedangkan ibunya tidak setuju.
Pada saat itu mulailah dicarikan siasat bagaimana caranya untuk membuang si Buragil tersebut agar ia tidak mengetahuinya. Siasat yang ditempuh adalah dengan jalan mengajak Buragil untuk masuk hutan mencari buah jambu mete. Dibawalah Buragil ke hutan oleh ayahnya dan enam orang saudaranya. Perjalanan mereka kian lama kian jauh memasuki hutan.
Di tengah perjalanan Buragil dapat juga mengetahui maksud ayahnya membawanya ke hutan melalui bisikan ibunya. Tetapi namun demikian, ia tetap menuruti kehendak ayahnya.
Setelah memakan waktu beberapa lamanya, akhirnya tibalah mereka pada sepohon jambu mente. Disuruhnyalah Buragil memanjat ke atas pohon jambu itu, sedangkan ayahnya dan saudaranya menunggu di bawah pohon jambu. Di saat sementara Buragil asyik memetik dan memakan buah jambu itu dengan tidak diketahuinya lama kelamaan ayahnya dan saudaranya menghilang dari pohon jambu tersebut. Buragil tetap tinggal saja di atas pohon jambu itu, dan tidur pula.
Pada suatu saat tatkala ia sementara tidur nyenyak pada malam hari datanglah segerombolan babi yang dipimpin oleh komandannya yang amat besar daripada babi yang lainnya. Rupanya babi-babi itu mengetahui juga bahwa di tempat itu ada manusia karena mereka mencium bau manusia.
Komandan babi-babi itu mempunyai seekor burung Kincah. Burung itu dinamakan burung Kincah karena ia selalu mengatakan Kincah. Dengan burung Kincah ini semua keinginan dari pada babi-babi itu dapat dikabulkan melalui Kincah dengan cukup berkata “Kincah” saja. Jadi kalau babi itu menginginkan makanan apa saja mereka cukup menyuruh burung Kincah menyebut nama Kincah maka terhidanglah makanan itu. Demikianlah ajaibnya burung Kincah tersebut.
Pada saat Buragil selalu memperhatikan burung Kincah itu dan heran sekali karena apa saja yang diinginkan oleh babi-babi itu mereka memerintahkan burung Kincah.
Kemudian pada suatu saat babi-babi itu tertidur di bawah pohon jambu tersebut dan komandan mereka tertidur pula di pokok pohon jambu itu. Di waktu babi-babi itu sedang tidur nyenyak lalu Buragil turun dengan pelan-pelan dengan maksud untuk mengambil burung Kincah yang sedang bertenger di atas kepala komandan babi-babi itu. Dengan sikap hati-hati dan penuh kewaspadaan diambilnyalah burung Kincah tersebut tanpa disadari sedikitpun oleh komandan babi itu. Lalu Buragil turun ke tanah dan segera meninggalkan tempat karena takut jangan sampai babi-babi itu terbangun.
Tatkala Buragil telah menjauh dari tempat itu, tidak lama kemudian terbangunlah babi-babi itu dan mereka tahu bahwa burung Kincah yang ada di atas kepala komandan mereka sudah tidak ada lagi. Babi-babi itu sangat marah dan mengamuk mencari di mana burung mereka pergi. Dan babi-babi itu menyangka dengan pasti bahwa yang mengambil burung Kincah mereka adalah manusia, sebab di situ ada manusia. Babi-babi itu segera mencarinya dengan mengikuti terus jejak kaki di mana Buragil itu berjalan.
Kendati pun Buragil telah berjalan lebih jauh tetapi timbullah kekhawatiran dalam dirinya, takut kalau-kalau babi-babi yang sedang mencarinya dapat menemuinya dan tentu akan bahaya karena babi itu pasti mengancamnya. Mulai pada saat itu Buragil terhenti sejenak dan dengan maksud hendak menyurh burung Kincah yang dibawanya tadi agar ia menumbuhkan tanaman yang berjejer, sehingga menjadi pagar yang dapat menghalangi perjalanan babi-babi tersebut sehingga Buragil dapat terhindar dari ancaman babi-babi itu. Maka burung Kincah yang penuh kegaiban itu mengatakan Kincah, maka tumbuhlah pohon-pohon kayu yang membentuk pagar itu.
Beberapa lama kemudian Buragil melanjutkan perjalanannya dan babi-babi yang mencarinya tibalah mereka di pagar itu dan terhalanglah babi-babi itu di pagar. Karena tanaman itu menghalangi perjalanan mereka, babi-babi tersebut berusaha menggali dan menghancurkan tanaman tersebut sampai mereka dapat lolos menyerbu dan melanjutkan pencarian mereka di mana manusia yang mengambil burung Kincah mereka berada.
Demikianlah seterusnya walaupun Buragil sudah berjalan jauh is tetap merasa khawatir jangan sampai ia bisa ditemui oleh babi-babi yang sedang mencarinya. Maka Buragil menyuruh lagi burung Kincah untuk mengatakan kincah, agar ia dapat menghidangkan makanan untuk makanan babi-babi tersebut bila mereka tiba di situ sehingga mereka akan tertahan juga. Babi-babi tersebut sampailah pada suatu tempat di mana makanan-makanan itu telah terhidang dan babi-babi itu segera memakannya. Sementara itu Buragil terus melanjutkan perjalanannya dan tibalah ia pada suatu tempat dan ia pun terhalang karena ada lautan di situ. Buragil jadi takut jangan sampai babi-babi yang mencarinya dapat menemuinya.
Maka diperintahkannyalah lagi burung Kincah untuk mengatakan Kincah memohon sampan, agar ia dapat menyeberang ke sebelah. Burung Kincah mengatakan Kincah lagi, maka jadilah sampan dan Buragil menyeberang ke sebelah. Setelah Buragil sampai di sebelah, babi-babi tersebut tadi tiba pula di tepi lautan, tetapi mereka tak dapat menyeberang ke sana dan mereka berhenti saja di situ.
Tatkala Buragil sampai di seberang ia bertemu dengan raksasa lalu berkata, “Hai Nenek, sedeang mengapakah engkau.” Raksasa it jadi marah kerena disebutnya nenek. Dan raksasa itu berkata kepada si Buragil, “Saya akan makan engkau.” Buragil berkata, “Jangan engkau memakan saya. Saya ada membawa oleh-oleh yang bisa menolong kita.”
Kemudian Buragil memerintahkan burung Kincahnya memgatakn Kincah maka terhidanglah makanan di rumahnya sehingga raksasa tadi mendapat makanan. Setelah itu Buragil minta pamit hendak melanjutkan perjalanannya, tetapi raksasa tersebut tidak mengijinkan kalau burungnya tidak diserahkan kedapanya.
Buragil tidak setuju kalau burungnya diambil. Tetapi raksasa itu berkata, “Kalau engkau tidak memberikan burungmu itu, saya akan memakan engkau.” Buragil jadi takut dan mengaku akan memberikan burungnya itu, dengan menyarankan kepada raksasa tadi, “Bolehlah engkau ambil burung ini, tetapi engkau harus menyimpannya di atas loteng serambi rumahmu, dan harus mempunyai gantinya.” Raksasa itu menuruti saran Buragil dan memberikannya sebuah parang besar (torompu) sebagai menggantinya. Kemudian burung Kincah diletakkanlah di tempat yang telah ditentukan oleh Buragil.
Tidak lama, kemudian raksasa tadi tiertidur dan secara diam-diam Buragil mengambil kembali burung itu dan terus meninggalkan tempat itu dan melanjutkan perjalanannya. Di dalam perjalanannya tiba-tiba ia bertemu lagi dengan raksasa. Pertemuannya dengan raksasa yang kedua sama ceritanya dengan pertemuannya dengan raksasa yang pertama. Pertemuannya dengan raksasa yang kedua ini ia mendapat sebuah tombak besi (pandanga). Perjalanannya diteruskan lagi dengan membawa parang, tombak serta burung kincahnya tadi.
Di tengah perjalanan Buragil bertemu lagi dengan seorang nenek yang sudah tua bangka (bangke-bangkele), lalu dipanggilnya nenek itu. Nenek menjawab, “Mengapa engkau memanggil saya nenek?” Buragil berkata lagi, “Saya ini sedang mencari nenek-nenek sumua.”
Kemudian berkatalah nenek itu, “Engkau pasti akan lapar karena di sini tidak ada makanan.” Buragil menjawab, “Jangan khawatir nenek, banyak makanan, saya ada membawa burung Kincah yang dapat menolong kita.”
Lalu Buragil menyuruh burungnya mengatakan Kincah memohon makanan, maka jadilah makanan yang bermacam-macam dan amat lezat. Sesudah itu meminta rumah maka jadilah rumah lengkap dengan segala perhiasannya. Maka tinggallah Buragil bersama neneknya di rumah itu dengan senang.
Kemudian nenek meceriterakan kepada Buragil bahwa di sana ada sebuah kampung yang orangnya sudah hampir punah dimakan burung Garuda, maka dilaranglah Buragil ke sana. Kata Buragil, “Saya tidak takut, saya bisa membunuhnya.” Mendengarkan perkataan tersebut, nenek menjadi heran pada Buragil atas keterangannya itu. Lalu ia berkata lagi bahwa ia telah mendengarkan pengumuman dari seorang raja di kampung itu, bahwa barng siapa dapat membunuh urung Garuda itu ia akan mengawinkan anaknya dengan puterinya sendiri. Buragil berkata, “Hai Nenek, saya sanggup membunuhnya.”
Kemudian pergilah nenek itu menyampaikan pada raja bahwa di sana ada seorang anak yang bersedia membunuh burung Garuda itu. Kata Raja, “Manakah anak itu, pergilah panggil dia dan bawalah kemari dengan segera.”
Nenek itu pergi dengan segera memanggil Buragil alu pergi menghadap raja, lengkap dengan persenjataannya yang terdiri dari parang, tombak besi serta burung Kincahnya yang ajaib itu yang diletakkannya di atas bahunya. Setelah tiba di sana dan bertemu dengan raja, berkatalah raja pada Buragil, “Anak macam engakukah yang bisa membunuh burung Garuda itu? Sedang tentara-tentara negeri ini sudah tidak sanggup, apalagi hanya anak seperti engkau yang tidak punya persenjataan apa-apa.” Buragil menjawab perkataan raja, “Wahai tuan raja besar, janganlah ragu-ragu, lihatlah buktinya saya akan dapat membunuhnya tanpa ada yang membantu.”
Sang Raja dan seluruh tentara yang ada di negeri itu menjadi heran dan kagum terhadap keberanian Buragil untuk membunuh burung Garuda yang ganas itu. Raja berkata pada Buragil, “Apabila engkau dapat membunuh burung Garuda itu, maka saya akan mengawinkan dengan putri saya.” Maka terjadilah persetujuan antara raja dengan Buragil.
Kemudian pergilah Buragil di lapangan dengan menyaipkan persenjataannya. Buragil mulai menunggu kedatangan burung Garuda itu, parang dan tombaknya yang tajam mulai disiapkan untuk menyerang burung Garuda itu. Burung Kincah pun siap membantu Buragil dalam melawan burung Garuda itu bila telah datang. Tidak lama kemudian datanglah burung Garuda yang amat besar itu sayapnya, seakan-akan dapat menaungi seluruh permukaan kampung itu.
uragil tetap siap di tempat dan setelah dekat burung tersebut akan menerkam Buragil. Buragil mulai memerintahkan burung Kincahnya untuk mengatakan Kincah terus menerus, maka secara serentak, parang dan tombaknya melompat terbang ke angkasa mengenai burung Garuda itu.
Burung Garuda itu habis terpotong oleh keganasan parangnya dan hancur luluh tertusuk oleh kekejaman tombaknya yang melayang-layang di angkasa.
Begitulah keajaiban burung Kincah tadi serta perlengkapan persenjataan Buragil itu yang dapat menggerakkan dan memainkan dirinya sendiri.
Akhirnya setelah mengalami pergolakan yang sengit beberapa saat saja maka matilah burung Garuda yang ganas tadi, Raja dan tentara-tentara serta semua penduduk yang tinggal di kampung itu merasa heran dan gembira sekali pada Buragil karena burung Garuda yang selalu mengancam mereka telah mati.
Maka atas perjanjian raja tadi, maka Buragil dikawinlah dengan putrinya sebagai imbalan jasanya, dan Buragil diangkat pula menjadi raja di negeri itu. Pada saat itu ia menjadi raja dan tinggal di situ ia memerintahkan rakyatnya untuk pergi memangil neneknya yang tua bangka tadi, untuk tinggal bersama dengan isterinya. Mulai saat iu Buragil telah menjadi raja dan hidup senang sekali.
Pada suatu saat kemudian datanglah ayahnya dan enam orang saudarnya berdagang dan membeli makanan di kampung itu, di mana Buragil menjadi rajanya. Mereka pergi menghadap kepada raja untuk meminta ijin berdagang dan membeli makanan. Tatkala mereka menghadap raja, rupanya ia mengeahui pasti bahwa orang yang menghadap itu adalah ayah dan saudara-saudaranya yang dahulu telah membuangnya di hutan. Buragil bertanya, “Tahukah engkau nama si Buragil?” Mereka menjawab, “Kami tahu Buragil itu adalah anak sial yang kami buang ke hutan.” Kemudian raja menyambung perkataannya, “Buragil itu ada di sini.”
Mereka berkata lagi, “Di mana anak itu sekarang?” “Buragil ada di belakang, ia adalah pembantu saya.” Mereka berkata lagi, “Cobalah panggi ke sisni, kami akan membunuhnya karena anak itu adalah anak sial.”
Kemudian raja pergi ke belakang sebentar saja, kemudian kembali menemui orang-orang itu, dan berkata, “Sayalah Buragil. Kalian mau menginginkan apa? Kalau mau membunuh saya, silahkan membunuh saya. Sayalah Buragil yang dahulunya dibuang di hutan. Sekarang saya sudah menjadi raja di negeri ini.” Mendengar perkataan raja Buragil itu, mereka menjadi takut dan tak berani membunuhnya karena ternyata Buragil itu sudah raja yang mereka jumpai.
Raja Buragil lalu memerintahkan mereka (ayah dan enam orang saudaranya) untuk pergi memanggil ibunya di negeri mereka agar ibunya datang kepada raja Buragil.
Setelah ibu Buragil datang, raja Buragil mengusir mereka kembali ke kampungnya dan tak boleh berdagang dan membeli makanan di situ, serta tidak diperkenankan lagi memasuki negeri itu.
Buragil yang telah menjadi raja yang kawin dengan seorang puteri raja tadi, telah berkuasa di negeri itu dan tinggallah mereka sekeluarga bersama-sama dengan isterinya, nenek yang tua bangka tadi, dan ibunya sendiri dengan penuh kemewahan dan kesenangan serta kejayaan hidup.
Cerita ini dapat diambil dalam bentuk pdf yang ditulis dalam tiga bahasa.
BACA
CERITA
LAINNYA